MENGENAL PELONGGARAN KUANTITATIF (QUANTITATIVE EASING

Pada artikel kali ini saya akan mencoba membahas mengenai isu Pelonggaran Kuantitatif atau biasa disebut dengan Quantitative Easing (QE), yang mana baru saja diberlakukan oleh negara-negara maju. Tentunya tidak satu atau dua kali anda mendengar mengenai istilah ini. Nah, sebagian investor ada yang cukup mafhum namun masih banyak yang bertanya-tanya mengenai hal ini. Sesungguhnya apakah pelonggaran kuantitatif serta apa dampaknya bagi pergerakan market? Untuk lebih jelasnya, silakan anda simak ulasannya berikut ini.



Sebagai alat pertimbangan yang paling utama dari sebuah kebijakan moneter suatu negara, ialah tingkat inflasi. Secara garis besar, inflasi dapat dikatakan sebagai indikator yang menggambarkan sebuah tingkatan perubahan, sedangkan proses kenaikan harga beberapa komponen vital yang sedang berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah ini juga sering digunakan untuk mengukur ketersediaan uang sebagai alat tukar yang seringkali dipandang sebagai pemicu kenaikan suatu harga. Dengan demikian nilai mata uang terhadap barang dan jasa konsisten turun secara berkala.

Pada hukum ekonomi, pemicu inflasi dapat digolongkan menjadi dua faktor, yakni faktor yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Inflasi dalam negeri bisa disebabkan oleh defisit anggaran belanja negara dan kegagalan pasar dalam menjaga harga pangan. Sedangkan inflasi dari luar negeri dipengaruhi oleh kenaikan harga barang-barang impor. Lonjakan harga bisa terjadi akibat tingginya biaya produksi eksportir maupun tarif impor barang.

Berdasarkan tingkatan kenaikan harga, inflasi dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, berikut kategori yang dapat mempengaruhinya :
  1. Inflasi Ringan " kurang dari 10% /tahun "
  2. Inflasi Sedang " antara 10% hingga 30% /tahun "
  3. Inflasi Berat " antar 30% hingga 100% /tahun "
  4. Hiperinflasi " lebih dari 100% /tahun "
Sedangkan negara bertugas dalam menentukan arah parameter normal dari tingkat inflasi setiap tahunnya. Sebuah Inflasi yang ringan dapat menciptakan keadaan perekonomian yang kondusif, karena pendapatan nasional dan investasi akan lebih lancar. Namun apabila yang terjadi malah sebaliknya, maka hiper-inflasi justru akan membuat perekonomian negara menjadi tidak terkendali. Sebagai penerima pendapatan tetap seperti PNS, karyawan swasta serta kaum buruh akan mengalami kewalahan dalam menanggung biaya hidup, sehingga membuat tingkat kesejahteraan semakin merosot.

Pemerintah selaku regulator dalam suatu negara akan mengambil tindakan pada instrumen suku bunga bank untuk mengontrol laju inflasi. Suku bunga acuan berperan besar dalam mempengaruhi cara pandang para debitur dan kreditur. Apabila suku bunga cukup menarik, maka niat menabung akan makin tinggi dan jumlah peminjam akan semakin berkurang.

Jika suku bunga dipatok lebih rendah, maka jumlah peminjam akan semakin bertambah sehingga produktifitas ikut terdorong dimasa datang. Perubahan suku bunga harus dilaksanakan dengan penuh pertimbangan, jika tidak terjadwal dengan baik justru dapat merusak pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, bank sentral berwenang penuh dalam setiap kebijakan moneter. Apabila inflasi telah melampaui target angka patokan, maka pihak Bank akan menaikkan suku bunga untuk menurunkan tingkat pengeluaran dan belanja. Begitu juga sebaliknya, jika tingkat inflasi berada dibawah target, maka bank akan memotong tingkat suku bunga untuk men-stimulasi kenaikan pengeluaran dan belanja dari sektor rumah tangga serta perusahaan.

Dalam sebuah konsep pemangkasan suku bunga dapat mempercepat lajunya inflasi. Namun, bank sentral harus dapat mencermati kondisi inflasi pada level normal, karena jika angka tersebut tidak naik menuju target yang telah ditetapkan, maka pemangkasan harus secepatnya dilakukan dengan ambang batas 0%. Pada periode evaluasi, jika ekonomi belum memenuhi harapan, bank sentral harus mencetak uang guna mencukupi suplai ke pasar. Proses inilah yang disebut dengan ‘Quantitative Easing’. Selaku regulator, bank sentral mengadakan pertemuan secara berkala untuk dapat mengevaluasi pertumbuhan ekonomi.

Pencetakan Uang Kembali Dalam dunia modern seperti sekarang ini dikenal sebagai konsep uang yang tidak hanya berbentuk kartal, giral atau dalam bentuk sertifikat deposito bank. Nilai uang pada akselerasi pertumbuhan ekonomi normal akan selalu bertambah dari pertumbuhan yang diukur. Jika sirkulasi uang di pasar bertambah, artinya inflasi juga naik.

Apabila berkaca pada kejadian tahun 2008, ketika krisis likuiditas melanda bank, uang yang beredar (sirkulasi) saat itu sangat sedikit sekali. Di sinilah QE berperan penting untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sebuah keputusan bank sentral untuk menyuntikkan dananya secara tidak langsung, tidak diaplikasikan melalui pencetakan uang fisik baru. Melainkan dengan pembelian aset dari sektor swasta. Maksud dari tujuan tersebut agar penjual aset dapat memiliki cukup banyak dana di bank dan selanjutnya digunakan dalam aktifitas perekonomian.

Efek dari injeksi uang akan menjalar ke pasar, mulai dari aksi lembaga/institusi yang sudah mendapat sokongan dana segar. Akselerasi pengeluaran dan belanja mereka akan meningkat sehingga bursa saham turut bergerak pada uptrend. Pada pembahasan artikel diatas, Kita telah mengetahui dan bahkan memahami bahwa ‘Quantitative Easing’ merupakan ‘new tools’ bagi pemerintah guna mengendalikan tingkat inflasi. Yang patut diingat adalah, langkah tersebut hanya salah satu instrumen untuk menjaga stabilitas ekonomi. Sedangkan pemberlakuannya hanya bisa tepat sasaran apabila penyesuaian suku bunga tidak mampu membendung tekanan ekonomi pada sebuah negara.


MENGENAL PELONGGARAN KUANTITATIF (QUANTITATIVE EASING Rating: 4.5 Diposkan Oleh: blogging

Tidak ada komentar:

Posting Komentar