PERHATIKAN RASIO-RASIO INI GAR TIDAK SALAH MEMILIH SAHAM

Sebagai seorang calon investor di pasar modal, beberapa cara serta strategi yang benar patut diketahui dan kemudian diterapkan untuk memilih saham di perusahaan yang tepat. Kecermatan lebih di dalam memilah dan memilih saham sebelum dimasukkan ke portofolio bisa menghasilkan keuntungan menjanjikan bagi investor.


Memilih saham berharga murah saja tidak cukup. Investor cerdas sebaiknya melakukan valuasi fundamental agar saham yang dipilih bukan hasil goreng-gorengan, melainkan memang berkualitas. Untuk bisa membaca prospek emiten, Anda bisa menggunakan enam rasio penting untuk analisa fundamental dalam memilih saham yang tepat yaitu:

1. Rasio Earnings Per Share (EPS)
Rasio pertama untuk valuasi saham adalah EPS atau laba bersih per lembar saham. Semaikin rasio EPS ini mengalami peningkatan dan tumbuh, maka kinerja perusahaan semakin membaik. Kondisi tersebut terjadi karena kemungkinan besar penjualan serta laba perusahaan tersebut terus tumbuh.
Namun sebaliknya, jika EPS menunjukkan penurunan, maka kinerja perusahaan tidak terlalu bagus dan perolehan laba serta jumlah penjualan mengalami kemunduran. Pertumbuhan rasio EPS paling sedikit adalah sebesar 10 persen sampai 20 persen per tahun. Jangan lupa juga untuk memperhatikan tingkat stabilitas rasio tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya carilah perusahaan dengan rasio earnings per share (EPS) yang meningkat dari waktu ke waktu.

2. Price Earnings Ratio (PER)
Rasio penting kedua dalam memilih saham adalah Price Earning Ratio (PER). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara harga saham dan laba bersih perusahaan. Salah satu fokus dari perhitungan PER adalah perolehan laba bersih emiten, jadi jika sudah mengetahui PER dari sebuah emiten maka Anda bisa mengetahui apakah harga suatu saham wajar atau tidak secara nyata bukan hanya berdasarkan perkiraan saja.
Ada dua jenis Rasio PER yang bisa dipilih dan digunakan dalam menentukan saham yaitu Trailing PER dan Forward PER.
Trailing PER membandingkan harga pasar saham per tanggal tertentu dengan laba per saham (EPS) tahun lalu, jadi laba tersebut merupakan laba satu tahun terakhir yang sudah terealisasi (trailing).
Sementara itu, Forward PER membandingkan harga saham emiten pada tanggal tertentu dengan laba yang diestimasi atau diproyeksikan (forward) sampai akhir tahun. Proyeksi laba tersebut adalah proyeksi laba setahun penuh yang belum terealisasikan semuanya.
Dengan memanfaatkan rasio PER saat memilih saham, investor bisa mengetahui lama waktu dibutuhkan untuk mendapat return dari modal yang telah dikeluarkan.



3. Rasio Price to Book Value (PBV)
Jika rasio PER berfokus pada perolehan laba bersih perusahaan, rasio Price To Book Value (PBV) lebih melihat ke sisi nilai ekuitas perusahaan. Oleh karena itu, PBV bisa didefinisikan sebagai rasio yang membandingkan nilai pasar suatu saham (stock's market value) terhadap nilai buku per lembar saham (nilai saham saat saham dijual untuk pertama kalinya kepada investor).
Rasio PBV sangat berguna, terutama dalam valuasi saham dalam industri keuangan seperti bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, dan asuransi. Hal tersebut dikarenakan sebanyak 90 persen aset-aset perusahaan di sektor keuangan tersebut adalah dalam bentuk kas, surat berharga, dan tagihan.
Misalnya PBV sebesar dua kali, artinya harga saham telah mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan saat uang ditanam di perusahaan.
Saham dengan PBV rendah dibanding rata-rata perusahaan lain dalam industri serupa biasanya diminati oleh para investor karena PBV rendah tersebut dapat menjadi indikator untuk mencari saham murah atau undervalued. Sebaliknya, PBV yang tinggi kemungkinan dipicu oleh harga pasar yang sudah terlampau tinggi dan sebaiknya agar segera dilakukan analisis lebih lanjut.
Normalnya sebuah perusahaan yang tidak bermasalah memiliki rasio PBV diatas satu. Namun hal berbeda terjadi di emiten bank karena semakin besar nilai kapitalisasi pasar bank itu maka makin tinggi pula rasio PBV yang bersedia dibayar investor. Jadi, semakin bagus prospek sebuah emiten dan disukai oleh banyak investor maka semakin tinggi pula PBV sahamnya.

4. Rasio Return On Equity (ROE)
Berikutnya, dalam memilih saham perlu memperhatikan rasio Return On Equity (ROE), yakni perbandingan antara laba bersih dengan total ekuitas atau sama juga dengan rasio EPS dibagi dengan rasio PBV. Rasio keempat ini adalah suatu parameter dari income atau penghasilan yang bisa diperoleh oleh pihak pemilik perusahaan (pemegang saham) dalam investasi dana mereka di perusahaan tertentu.
ROE bisa menunjukkan pada para investor mengenai kemampuan modal yang dimiliki oleh perusahaan sendiri (ekuitas) untuk menghasilkan laba bersih, laba setelah bunga, pajak atau biasa disebut earning after interest and tax. Singkatnya,rasio ROE tersebut mencerminkan kemampuan perusahaan atau emiten dalam mengelola ekuitasnya.


Rasio ROE juga merupakan indikator penting untuk mengetahui seberapa efisien sebuah perusahaan yang dijalankan. Misalnya ROE suatu perusahaan adalah sebesar 20 persen maka setiap Rp 200 modal sendiri yang diinvestasikan di dalam perusahaan mampu memberikan laba bersih sebesar Rp 40.
Ada dua cara untuk mengetahui apakah rasio ROE sebesar 20 persen sudah bagus atau tidak. Pertama, membandingkan rasio ROE perusahaan tertentu dengan perusahaan lain yang bergerak di sektor sama. Selanjutnya, membandingkan rasio ROE suatu perusahaan dalam kurun beberapa waktu untuk bisa melihat trennya, perhatikan apakan trennya cenderung turun ataukah naik.
Semakin tinggi rasio ROE semakin baik. Akan tetapi, perusahaan dengan rasio ROE tinggi biasanya juga memiliki resiko tinggi pula karena perusahaan itu memiliki rasio utang yang cukup besar. Selain itu, perusahaan dengan rasio ROE tinggi juga cenderung memiliki PBV tinggi pula. Oleh karena itu, pilihlah saham yang mempunyai rasio ROE stabil dan minimal 10 persen.

5. Debt To Equity Ratio (DER)
Semua rasio yang sudah dijelaskan di atas merupakan rasio terkait dengan laba perusahaan. Sedangkan Debt To Equity Ratio (DER) berfungsi untuk mengukur resiko keuangan suatu perusahaan atau emiten. Rasio DER membandingkan jumlah seluruh utang perusahaan pada modal perusahaan. Oleh karenanya, semakin tinggi besaran rasio DER maka semakin meningkat level resiko perusahaan itu. Investor sebaiknya tak mengabaikan DER saat memilih saham, karena ini bisa jadi warning ketika perusahaan akan bermasalah.
Adapun dua cara untuk menentukan berapa nilai DER dari suatu perusahaan yaitu pertama dengan melakukan perbandingan antara komposisi hutang jangka pendek (Short-term Debt to Equity Ratio) atau hutang jangka panjang (Long-term Debt to Equity Ratio) dengan ekuitas (modal perusahaan).


Umumnya perusahaan bukan perbankan atau pembiayan yang sehat memiliki rasio DER kurang dari satu karena perusahaan tersebut memiliki utang yang lebih kecil dari ekuitas milik perusahaan. Jika rasio DER suatu perusahaan lebih dari satu maka perusahaan tersebut memiliki resiko keuangan yang besar.
Disamping itu, rasio DER lebih dari satu pada perusahaan bisa mengganggu kualitas kinerja perusahaan tersebut. Jika kinerja perusahaan mengalami penurunan maka akan menimbulkan efek negatif juga pada pertumbuhan harga sahamnya. Oleh karena itu, beberapa investor cenderung menghindari perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang keuangan seperti Bank, atau perusahaan investasi dengan rasio DER lebih dari satu.

Kesimpulan
Mempertimbangkan rasio-rasio diatas saat memilih saham akan memudahkan Anda sebagai investor dalam memilih emiten yang memang berkualitas baik dan berharga wajar. Membeli saham adalah membeli bisnis perusahan. Oleh karena itu, dengan mendapatkan perusahaan terbaik berdasarkan penilaian fundamental, maka sama dengan mempersenjatai investor agar mampu mendapatkan profit dan menghindari jebakan-jebakan di pasar.


PERHATIKAN RASIO-RASIO INI GAR TIDAK SALAH MEMILIH SAHAM Rating: 4.5 Diposkan Oleh: blogging

Tidak ada komentar:

Posting Komentar